Content writer sekaligus penikmat budaya digital. Blog ini saya buat sebagai wadah menulis opini, analisis, dan catatan pribadi tentang komunikasi, media, dan tren masyarakat.

Belajar dari Korea Selatan, Bisakah Ekonomi Kreatif Jadi Pilar Utama Indonesia?

6 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Hallyu X Indonesia Culture
Iklan

Korea Selatan sukses menjadikan budaya sebagai kekuatan ekonomi. Bisakah Indonesia mengikuti jejaknya dengan mengandalkan ekonomi kreatif?

***

Ekonomi kreatif kini menjadi salah satu mesin utama pertumbuhan negara di era global. Korea Selatan berhasil membuktikan bahwa budaya lokal dapat dikemas menjadi produk global yang mendatangkan keuntungan miliaran dolar setiap tahunnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Fenomena Korean Wave bukan hanya tentang K-Pop atau drama, tetapi juga strategi nasional dalam menjadikan budaya sebagai tulang punggung ekonomi. Industri hiburan, fashion, kuliner, dan bahkan pariwisata mereka saling terhubung sehingga menciptakan efek domino yang luas.

Popularitas musik K-Pop, misalnya, bukan hanya membawa keuntungan industri musik, tetapi juga mendongkrak penjualan kosmetik, makanan, hingga kunjungan wisatawan asing. Pemerintah Korea Selatan sejak awal sadar bahwa kreativitas adalah aset, dan mereka mendukung penuh industri kreatif lewat kebijakan, pendanaan, hingga diplomasi budaya.

Indonesia sebenarnya memiliki peluang serupa. Dengan kekayaan budaya dari Sabang sampai Merauke, potensi ekonomi kreatif Nusantara tidak kalah besar. Data dari Kemenparekraf menunjukkan sektor ekonomi kreatif sudah menyumbang triliunan rupiah untuk PDB nasional, terutama dari subsektor kuliner, fashion, dan kriya.

Namun tantangan kita adalah bagaimana mengangkat warisan budaya dan kreativitas ini ke panggung global. Indonesia sering kali kesulitan dalam hal branding, infrastruktur promosi, dan konsistensi strategi. Produk budaya kita kuat di dalam negeri, tetapi belum sepenuhnya terintegrasi dalam diplomasi global seperti yang dilakukan Korea Selatan.

Meski begitu, beberapa talenta Indonesia sudah membuktikan bisa menembus industri global. Dalam musik pop, kita mengenal musisi seperti Rich Brian, NIKI, dan Stephanie Poetri yang sukses meniti karier di panggung internasional dan bergabung dengan label besar 88rising.

Selain itu, ada pula musisi Indonesia yang berkarya langsung di Korea Selatan. Zayyan berhasil debut sebagai anggota boy group XODIAC, Carmen tampil bersama grup Heart to Heart, dan Dita Karang yang sebelumnya dikenal sebagai member Secret Number tercatat dalam sejarah sebagai orang Indonesia yang debut di industri K-Pop. Kehadiran mereka menjadi bukti bahwa Indonesia memiliki bakat yang mampu bersaing dalam industri hiburan dunia yang kompetitif.

Tidak hanya musik, perfilman Indonesia juga perlahan menembus festival internasional bergengsi. Film Ngeri-Ngeri Sedap terpilih menjadi wakil Indonesia untuk ajang Oscar 2023 meski tidak berhasil masuk nominasi akhir.Film Yuni karya Kamila Andini diputar di Toronto International Film Festival (TIFF) dan mendapat apresiasi internasional, walaupun tidak meraih penghargaan di sana. Prestasi lebih gemilang diraih oleh Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas karya Edwin yang memenangkan Golden Leopard di Locarno International Film Festival 2021, sebuah penghargaan bergengsi di Eropa. Sementara itu, film Before, Now & Then (Nana) karya Kamila Andini berhasil membawa pulang Silver Bear untuk Aktris Terbaik di Berlin International Film Festival (Berlinale) 2022.

Capaian ini menunjukkan bahwa karya seni Indonesia punya daya saing di level global, hanya perlu dukungan sistematis agar lebih masif.

<--more-->

Belajar dari Korea Selatan, ada beberapa poin penting yang bisa diambil. Pertama, pemerintah harus hadir dengan dukungan konkret, mulai dari regulasi, pendanaan, hingga promosi internasional. Kedua, branding budaya harus dikelola secara konsisten sehingga bisa dikenali sebagai identitas nasional. Ketiga, kolaborasi antar industri perlu diperkuat. Korea berhasil mengintegrasikan musik, drama, kuliner, dan pariwisata dalam satu ekosistem; Indonesia pun bisa melakukan hal serupa melalui batik, kopi, kuliner Nusantara, musik pop, hingga film. Keempat, distribusi digital harus dimaksimalkan agar karya kreatif Indonesia bisa menjangkau pasar global lebih luas.

Korea Selatan telah membuktikan bahwa ekonomi kreatif bukan sekadar pelengkap, melainkan tulang punggung pertumbuhan ekonomi.

Indonesia memiliki modal budaya yang sangat kaya dan sudah terbukti mulai menembus pasar global melalui musik maupun film. Tantangannya terletak pada konsistensi, strategi nasional, serta kemampuan mengemas budaya menjadi produk yang relevan dengan kebutuhan dunia.

Jika mampu memetik pelajaran dari Korea Selatan dan memaksimalkan potensi yang ada, bukan tidak mungkin suatu saat “Pesona Nusantara” akan mendunia layaknya Korean Wave yang kini menjadi kebanggaan Korea Selatan.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler